JAKARTA – Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KONI 2025 di Jakarta, Sabtu (6/9/2025), diwarnai kegelisahan para insan olahraga nasional. Perhatian utama tertuju pada Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Standar Pengelolaan Organisasi Olahraga Lingkup Prestasi yang akan resmi diberlakukan mulai 1 Oktober 2025.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo yang hadir langsung dalam forum tersebut, menghadapi berbagai pertanyaan kritis dari para peserta Rakernas. Hadirin terdiri dari jajaran pengurus KONI provinsi se-Indonesia serta ketua umum induk cabang olahraga. Menanggapi hal itu, Dito memberi ruang bagi sejumlah perwakilan untuk menyampaikan pandangan secara terbuka terkait aturan yang kini menuai polemik tersebut.
Rakernas KONI, yang bersamaan dengan penyelenggaraan Indonesia Sports Synergy Summit (ISSI) di Jakarta International Convention Center (JICC), akhirnya menjadi wadah evaluasi terhadap keberadaan Permenpora 14/2024. Hampir semua provinsi melaporkan keresahan serupa di lapangan, yang dinilai berpotensi menimbulkan kegaduhan di kalangan stakeholder olahraga, termasuk para atlet.
Salah satu suara keras datang dari Ketua Umum PB Muaythai sekaligus mantan Ketua Umum PSSI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Ia menilai sejumlah pasal dalam Permenpora 14/2024 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, serta dianggap menggerus prinsip independensi olahraga yang diatur dalam Olympic Charter.
LaNyalla juga menyinggung kembali pengalaman saat dirinya memimpin PSSI, di mana Indonesia sempat disanksi FIFA akibat dianggap adanya intervensi pemerintah dalam pengelolaan organisasi sepak bola nasional. “Kita tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama. IOC bisa menilai ini sebagai pelanggaran Olympic Charter,” ujarnya.
Pandangan senada turut disampaikan sejumlah ketua KONI provinsi dan pimpinan cabang olahraga lainnya. Mereka menilai aturan ini justru menambah beban baru di tengah upaya Presiden Prabowo menyelesaikan persoalan besar bangsa. Kebijakan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan, menurut mereka, sebaiknya dihindari.
Ketua Umum KONI Jawa Timur, Muhammad Nabiel, bahkan memaparkan hasil kajian akademik yang dilakukan bersama Universitas Negeri Surabaya. Kajian itu menemukan sedikitnya 10 pasal dalam Permenpora yang dinilai tidak sejalan dengan UU Keolahragaan, PP Keolahragaan, maupun Olympic Charter IOC.
“Alih-alih membawa perbaikan, aturan ini justru memunculkan keresahan dan kekhawatiran para atlet tentang kelanjutan serta efektivitas pembinaan. Padahal, selama ini pembinaan berjalan baik. Olahraga adalah etalase wajah bangsa sekaligus pilar ketahanan SDM Indonesia,” tegas Nabiel.
Menutup rangkaian acara, Menpora Dito menegaskan bahwa pemerintah akan menampung masukan yang berkembang. Ia meminta Ketua Umum KONI Pusat, Letjen TNI (Purn) Marciano Norman, membentuk tim khusus untuk duduk bersama tim Kemenpora. Diskusi lebih mendalam akan digelar untuk memastikan implementasi Permenpora sejalan dengan prinsip tata kelola olahraga yang transparan, akuntabel, efisien, efektif, serta visioner.