Samarinda – Formatur Ketua Umum Korps HMI Wati (Kohati) Cabang Samarinda, Indah Febby Sari mengatakan, bahwa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) adalah suatu langkah nyata Negara Indonesia dalam menyikapi permasalahan kekerasan seksual yang marak terjadi di Negara Indonesia.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni P3A) bahwa pada 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat ada sebanyak 1.411 kasus.
“Di Kalimantan Timur merujuk pada data yang dikeluarkan oleh DKP3A terctat semenjak 01 Desember 2021 terdapat sebanyak 384 kasus kekerasan seksual, dan Kota Samarinda yang menduduki peringkat pertama,” kata Indah.
Kemudian ia menambahkan, kekerasan seksual sebanyak 173 kasus yang tercatat dengan rincian diantaranta terdapat 26 korban anak laki-laki, 77 korban anak perempuan dan 87 korban perempuan dewasa.
“Dari kasus yang tercatat tersebut bisa kita lihat, bahwa kekerasan seksual ini tidak sedikit terjadi, dan bisa saja masih banyak lagi kasus-kasus yang terjadi. Namun tidak terlaporkan,” terangnya kepada wartawan Jum’at (15/4) siang tadi.
Dari data tersebut, menurutnya kekerasan seksual ini bisa terjadi pada siapa saja, baik pada kalangan muda, kalangan dewasa bahkan bahkan lansia.
Sebab, ia menilai bahwa tindak kekerasan seksual tersebut tidak melihat pada usia, gender ataupun status sosial. Bahkan korbannya bisa siapa saja, begitupun dengan pelakunya.
“Jadi, bisa saja orang yang tidak kita kenal samasekali bahkan orang yang sangat kita kenal. Sebab, siapapun memiliki potensi menjadi pelaku dan korban kekerasan seksual ini,” bebernya.
Ia menjelaskan, bahwa sudah seharusnya UU TPKS ini di sahkan, karena hal inubsebagai upaya pemenuhan Hak atas rasa aman dari tindak kekerasan yang dimana selaras dengan UUD 1945.
“Sudah jelas sekali, bahwa tindak kekerasan seksual adalah tindak kejahatan yang sangat keji dan sangat mencoreng harkat martabat seorang manusia. Maka dari itu, perlu sekali adanya payung hukum di Negara ini untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual tersebut,” tegasnya.
Tak hanya itu, menurutnya seseorang yang menjadi korban kekerasan seksual selain terlukai fisiknya mentalnya pun ikut terluka. Dan buruknya hal tersebut bisa saja menimbulkan permasalahan baru.
Pasalnya, tidak jarang korban kekerasan seksual akan menjadi pelaku kekerasan seksual, selain itu tindak kekerasan seksual ini jika terus menerus tidak ditindak lebih lanjut akan membuat bangsa ini krisis keamanan dan krisis generasi.
“Bila mana hal tersebut terjadi pada generasi-generasi muda penerus bangsa, maka akan dipastikan bangsa ini akan hancur. Karena, semua asetnya dirusak oleh warga negaranya sendiri, jika kita terus membiarkan hal tersebut, sama saja kita sedang berupaya bunuh diri” jelasnya.
Dengan adanya payung hukum yang kuat, maka ini akan memberikan perlindungan serta pembela yang nyata bagi seluru korban-korban kekerasan seksual.
“Dengan adanya payung hukum ini, maka tidak akan ada lagi tindak kekerasan seksual yang terabaikan ataupun terlantar. Sebab ini adalah salah satu upaya untuk mengantisipasi tindak kekerasan seksual,” tnadasnya.
Bahkan tambahnya, payung hukum ini akan mencegah tindakan tersebut dengan memberdayakan masyarakat agar taat dan patuh pada aturan yang telah dibuat. Hal ini untuk menghapuskan tindak kekerasan seksual di Negara ini.
Dan jika kasus kekerasan seksual tetap terjadi, maka dengan adanya payung hukum tersebut, korban akan dilindungi sebagaimana mestinya sehingga korban akan diberikan penanganan serta pemulihan.
“Adanya Payung hukum ini, kita dapat menindak lanjuti pelaku kekerasan seksual agar korban tidak hanya mendapatkan hak aman, namun juga mendapatkan hak keadilan,” pungkasnya.
Penulis : Bayu Andalas Putra
Editor : Muhammad Irfan